Sejarah Ilmu Administrasi Negara
Ilmu Administrasi Negara jika dilihat dari sejarah sebenarnya sudah ada semenjak dahulu kala, asal mula Administrasi Negara yakni di Eropa dan Amerika Serikat. Administrasi negara
akan timbul dalam suatu masyarakat yang terorganisir. Dalam catatan
sejarah peradaban manusia di Asia Selatan termasuk di Indonesia, Cina
dan Mesir Kuno, dahulu sudah didapatkan suatu sistem penataan
pemerintahan. Sistem penataan tersebut pada saat ini dikenal dengan
sebutan Administrasi Negara. Administrasi telah lebih banyak
dipelajari sebagai suatu hal yang bisa meberikan pelayanan terhadap
pemberian saran dan kebijaksanaan kepada menteri, dan sedikti dopelajari
sebagai proses manajemen ke dalam (internal management) dibandingkan
dengan sebagian besar negara-negara lainnya. Pada umumnya administrasi negara di Inggris lebih bersifat sentralisasi dengan sistem pengawasan yang terpusatkan dalam Departemen Keuangan.
Administrasi Negara modern
yang dikenal saat ini merupakan produk dari suatu masyarakat feodal
yang tumbuh subur di negara-negara Eropa. Negara-negara di daratan Eropa
yang semuanya dikuasai oleh kaum feodal, bangsawan dan kaum ningrat
kerajaan berusaha untuk mengkokohkan pemerintahannya. Dengan semakin
tumbuhnya perkembangan masyarakat, sentralisasi kekuasaan dan
pertanggungjawaban dalam pemerintahan monarki menimbulkan suatu
kebutuhan untuk mendapatkan korps administrator yang cakap, penuh
dedikasi, stabil, dan integritas. Korps administrator ini pada
gilirannya nanti akan menjadi tenaga spesialis pada masing-masing bidang
dan jabatan yang beraneka pada tataran pemerintahan nasional. Kebutuhan
akan suatu sistem mulai dirasakan, yakni suatu sistem untuk menata
sentralisasi kekuasaan dan pertanggungjawaban pemerintahan.
Perkembangan Ilmu Administrasi Negara lahir
sejak Woodrow Wilson (1887), yang kemudian menjadi presiden Amerika
Serikat pada 1913-1921, menulis sebuah artikel yang berjudul “The Study
of Administration” yang dimuat di jurnal Political Science Quarterly.
Kemunculan artikel itu sendiri tidak lepas dari kegelisahan Wilson muda
akan perlunya perubahan terhadap praktik tata pemerintahan yang terjadi
di Amerika Serikat pada waktu itu yang ditandai dengan meluasnya praktik
spoil system (sistem perkoncoan) yang menjurus pada terjadinya
inefektivitas dan inefisiensi dalam pengelolaan negara. Studi Ilmu
Politik yang berkembang pada saat itu ternyata tidak mampu memecahkan
persoalan tersebut karena memang fokus kajian Ilmu Politik bukan pada
bagaimana mengelola pemerintahan dengan efektif dan efisien, melainkan
lebih pada urusan tentang sebuah konstitusi dan bagaimana
keputusan-keputusan politik dirumuskan. Administrasi negara di
negara-negara jajahan di Amerika, baik dalam pemerintahan negara bagian,
maupun pemerintahan nasional mulai dengan suatu model yang dikembangkan
dari negara induknya. Administrasi dilakukan oleh para bangsawan yang
berada di Selatan dan dijalankan oleh para bangsawan pedagang dan
industriwan di daerah Utara. Administrasi tidak dipahami sebagai suat
jenis aktivitas atau jabatan yangberbeda dan dapat dipisahkan, dan
istilah ini tidak digunakan atau dicantumkan dalam konstitusi Amerika.
Menurut Wilson,
Ilmuwan Politik lupa bahwa kenyataannya lebih sulit mengimplementasikan
konstitusi dengan baik dibanding dengan merumuskan konstitusi itu
sendiri. Sayangnya ilmu yang diperlukan untuk itu belum ada. Oleh karena
itu, untuk dapat mengimplementasikan konstitusi dengan baik maka
diperlukan suatu ilmu yang kemudian disebut Wilson sebagai Ilmu
Administrasi tersebut. Ilmu yang oleh Wilson disebut ilmu administrasi
tersebut menekankan dua hal, yaitu perlunya efisiensi dalam mengelola
pemerintahan dan perlunya menerapkan merit system dengan memisahkan
urusan politik dari urusan pelayanan publik. Agar pemerintahan dapat
dikelola secara efektif dan efisien, Wilson juga menganjurkan
diadopsinya prinsip-prinsip yang diterapkan oleh organisasi bisnis ke
dalam Administrasi Negara.
Penjelasan
ilmiah terhadap gagasan Wilson tersebut kemudian dilakukan oleh Frank
J. Goodnow yang menulis buku yang berjudul: Politics and Administration
pada tahun 1900. Buku Goodnow tersebut seringkali dirujuk oleh para
ilmuwan administrasi negara sebagai "proklamasi‟ secara resmi terhadap lahirnya Ilmu Administrasi Negara
yang memisahkan diri dari induknya, yaitu Ilmu Politik. Era ini juga
sering disebut sebagai era paradigma dikotomi politik-administrasi.
Melalui paradigma ini, Ilmu Administrasi Negara mencoba
mendefinisikan eksistensinya yang berbeda dengan Ilmu Politik dengan
ontologi, epistimologi dan aksiologi yang berbeda. Beberapa tahun
kemudian, sebuah buku yang secara sistematis menjelaskan apa sebenarnya Ilmu Administrasi Negara
lahir dengan dipublikasikannya buku Leonard D. White yang berjudul
Introduction to the Study of Public Administration pada 1926. Buku White
yang mencoba merumuskan sosok Ilmu Administrasi tersebut pada dasarnya
sangat dipengaruhi oleh berbagai karya ilmuwan sebelumnya yang mencoba
menyampaikan gagasan tentang bagaimana suatu organisasi seharusnya
dikelola secara efektif dan efisien, seperti Frederick Taylor (1912)
dengan karyanya yang berjudul Scientific Management, Henry Fayol (1916)
dengan pemikirannya yang dituangkan dalam monograf yang berjudul General
and Industrial Management, W.F. Willoughby (1918) dengan karyanya yang
berjudul The Movement for Budgetary Reform in the State, dan Max Weber
(1946) dengan tulisannya yang berjudul Bureaucracy.
Era berikutnya merupakan periode di mana para ilmuwan administrasi negara
berusaha membangun body of knowledge ilmu ini dengan terbitnya berbagai
artikel dan buku yang mencoba menggali apa yang mereka sebut sebagai
prinsip-pinsip administrasi yang universal. Tonggak utama dari era ini
tentu saja adalah munculnya artikel L. Gulick (1937) yang berjudul Notes
on the Theory of Organization di mana dia merumuskan akronim yang
terkenal dengan sebutan POSDCORDB (Planning, Organizing, Staffing,
Directing, Co-ordinating, Reporting dan Budgeting). Tidak dapat
dipungkiri, upaya para ahli administrasi negara untuk mengembangkan body of knowledge ilmu administrasi negara
sangat dipengaruhi oleh ilmu manajemen. Prinsip-prinsip administrasi
sebagaimana dijelaskan oleh para ilmuwan tersebut pada dasarnya
merupakan prinsip-prinsip administrasi yang diadopsi dari administrasi
bisnis yang menurut mereka dapat juga diterapkan di organisasi
pemerintah.
Perkembangan pergulatan pemikiran ilmuwan administrasi negara diwarnai sebuah era pencarian jati diri Ilmu Administrasi Negara yang tidak pernah selesai. Kegamangan para ilmuwan administrasi negara dalam
meninggalkan induknya, yaitu Ilmu Politik, untuk membangun
eksistensinya secara mandiri bermula dari kegagalan mereka dalam
merumuskan apa yang mereka sebut sebagai prinsip-prinsip administrasi
sebagai pilar pokok Ilmu Administrasi Negara. Keruntuhan gagasan
tentang prinsip-prinsip administrasi ditandai dengan terbitnya tulisan
Paul Applebey (1945) yang berjudul Government is Different. Dalam
tulisannya tersebut Applebey berargumen bahwa institusi pemerintah
memiliki karakteristik yang berbeda dengan institusi swasta sehingga
prinsip-prinsip administrasi yang diadopsi dari manajemen swasta tidak
serta merta dapat diadopsi dalam institusi pemerintah. Karya Herbert
Simon (1946) yang berjudul The Proverbs of Administration semakin
memojokkan gagasan tentang prinsip-prinsip administrasi yang terbukti
lemah dan banyak aksiomanya yang keliru. Kenyataan yang demikian membuat
Ilmu Administrasi Negara mengalami "krisis identitas‟ dan
mencoba menginduk kembali ke Ilmu Politik. Namun demikian, hal ini tidak
berlangsung lama ketika ilmuwan administrasi negara mencoba menemukan kembali fokus dan lokus studi ini.
Perkembangan evolusioner administrasi negara
diuraikan melalui pendekatan tradisional, pendekatan perilaku,
pendekatan pembuatan keputusan (desisional) dan pendekatan ekologis.
Secara khusus, pendekatan tradisional mengungkapkan tentang pengaruh
ilmu politik, sebagai induk administrasi negara, pendekatan rasional
dalam administrasi dan pengaruh Gerakan Manajemen Ilmiah terhadap
perkembangan administrasi negara. Di antara empat pendekatan yang
diajukan, tidak ada satu pun pendekatan yang lebih unggul daripada
pendekatan-pendekatan yang lain, karena setiap pendekatan berjaya pada
sesuatu masa, di samping kesadaran bahwa setiap pendekatan mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Karena administrasi mengandung berbagai macam
disiplin, sehingga cara pendekatan dan metodologi dalam administrasi
juga beraneka ragam, maka administrasi negara merupakan bidang kajian
yang dinamis. Selanjutnya sukar untuk secara khusus menerapkan
satu-satunya pendekatan terbaik terhadap aspek administrasi tertentu.
Kiranya lebih bermanfaat untuk mempergunakan keempat cara pendekatan
tersebut sesuai dengan aksentuasi dari sesuatu gejala yang diamati.
Pengaruh politik terhadap administrasi negara
selalu besar, tidak peduli kapan pun masanya. Hal ini disebabkan oleh
adanya gejala di semua negara yang menunjukkan bahwa setiap pemerintah
disusun di atas tiga cabang pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan
yudikatif). Hubungan terus menerus administrasi dengan politik
mencerminkan keberlanjutan hubungan antara lembaga eksekutif dengan
lembaga legislatif, sebagaimana dicerminkan dalam dua tahap
pemerintahan, yakni tahap politik dan tahap administrasi. Jika tahap
pertama merupakan tahap perumusan kebijakan, maka tahap kedua merupakan
tahap implementasi kebijakan yang telah ditetapkan dalam tahap pertama.
Kesadaran bahwa lingkungan pemerintahan dan bisnis cenderung
mengembangkan nilai, tradisi dan kompleksitas yang berbeda mendorong
perlunya merumuskan definisi yang jelas tentang prinsip-prinsip
administrasi yang gagal dikembangkan oleh para ilmuwan terdahulu.
Dwiyanto (2007) menjelaskan bahwa lembaga pemerintah mengembangkan
nilai-nilai dan praktik yang berbeda dengan yang berkembang di swasta
(pasar) dan organisasi sukarela.
Mekanisme
pasar bekerja karena dorongan untuk mencari laba, sementara lembaga
pemerintah bekerja untuk mengatur, melayani dan melindungi kepentingan
publik. Karena karakteristik antara birokrasi pemerintah dan organisasi
swasta sangat berbeda, maka para ilmuwan dan praktisi administrasi negara menyadari
pentingnya mengembangkan teori dan pendekatan yang berbeda dengan yang
dikembangkan oleh para ilmuwan yang mengembangkan teori-teori
administrasi bisnis. Dengan kesadaran baru tersebut maka identitas Ilmu Administrasi Negara menjadi semakin jelas, yaitu ilmuwan administrasi negara lebih menempatkan proses administrasi sebagai pusat perhatian (fokus) dan lembaga pemerintah sebagai tempat praktik (lokus).
0 komentar:
Post a Comment